Friday, April 15, 2011

DINAS KESEHATAN KABUPATEN MINAHASA SELATAN MELAKSANAKAN SISTEM KEWASPADAAN DINI MELALUI SURVEILANS AKTIF KASUS ILI DI MASYARAKAT:
1. DIHIMBAU KEPADA SELURUH PUSKESMAS UNTUK MELAKSANAKAN SURVEILANS AKTIF TERHADAP KEMUNGKINAN PENINGKATAN KASUS ILI DIMASYARAKAT MENGINGAT KEMATIAN UNGGAS DIBEBERAPA DAERAH PERBATASAN KABUPATEN MINAHASA SELATAN.
2. MENGAKTIFKAN SISTEM EWARS (EARLY WARNING ALERT REPORT SYSTEM) VIA SMS KE SURVEILANS EPIDEMIOLOGI DINAS KESEHATAN KABUPATEN MINAHASA SELATAN.
3. MELAKSANAKAN PROMOSI KESEHATAN DENGAN PHBS (PRILAKU HIDUP BERSIH SEHAT).

Thursday, January 28, 2010

Demam Berdarah Dengue (DBD) di Kabupaten Minahasa Selatan Tahun 2010


Telaah terhadap upaya pengendalian Penyakit bersumber Vektor penular serangga di Kabupaten Minahasa Selatan.
Demam Berdarah Dengue (DBD), adalah penyakit menular yang klasik dialami oleh berbagai daerah di Indonesia dan secara khusus di Minahasa Selatan. Berbagai upaya telah digalakkan dengan kucuran dana yang tidak sedikit namun angka kejadiannya tetap berfluktuasi dan sesekali mengalami peningkatan, dan jika terus dibiarkan pada suatu saat pasti akan menimbulkan Kejadian Luar Biasa (KLB), dimana frekuensi kasus melebihi dari angka yang diperkirakan/biasanya dalam suatu periode waktu dan tempat tertentu yang secara epidemiologi bermakna.

Secara khusus di Kabupaten Minahasa Selatan, jika dicermati jumlah penderita Demam Berdarah Dengue(DBD) di Kabupaten Minahasa Selatan, dari Desember 2009 sampai dengan 21 Januari 2010 dengan jumlah kasus 79 penderita dengan angka kefatalan kasus (CFR) sebesar 2,53 dan jika dibandingkan dengan jumlah penderita pada tahun-tahun sebelumnya (3 tahun terakhir).

Pertanyaannya mengapa harus terjadi?

Marilah kita lihat sejenak berbagai hal yang dapat dijadikan acuan dalam pengendalian penyakit Demam Berdarah Dengue (sumber:penyelidikan Epidemiologi kasus Demam Berdarah di Kabupaten Minahasa Selatan, 2010), sebagai berikut:

1. Keberadaan jentik nyamuk penular Demam Berdarah(Ae. Aegypti)
Dari pengamatan dilapangan ditemukan adanya jentik Ae. Aegypti pada wadah-wadah penampungan air rumah tangga di dalam rumah, seperti: bak mandi, ember, Waskom ;wadah-wadah penampungan air dan atau air hujan, seperti : drum, dan ban mobil bekas;wadah tempat pencucian mesin perahu para nelayan

2. Kebiasaan masyarakat menyimpan barang-barang bekas seperti ban-ban bekas, kaleng-kaleng bekas, botol-botol bekas yang dibiarkan begitu saja disekitar rumah mereka yang pada musim penghujan menjadi tempat perindukan (breeding place) nyamuk penular DBD

3. Perilaku membuang sampah sembarangan disekitar rumah dan saluran pembuangan air(Got) yang nantinya menjadi tempat perkembangbiakan mikroorganisme patogen serta menimbulkan bau yang tidak sedap bahkan secara umum telah mengotori wilayah mereka sendiri

4. Keterlambatan keluarga dalam memanfaatan sarana pelayanan kesehatan di wilayah mereka (Puskesmas) ketika salah anggota keluarga mereka sakit(Demam), pengobatan dilaksanakan pada saat penyakitnya sudah parah

5. Pemahaman masyarakat selama ini yang dibiarkan berkembang salah bahwa pengendalian Demam Berdarah Dengue adalah tanggung jawab pemerintah semata dalam hal ini Dinas Kesehatan Kabupaten Minahasa Selatan, mereka mungkin tahu namun tidak sadar ataupun tahu namun masa bodoh dan pada gilirannya meminta pertanggung jawaban dalam hal pengendaliannya kepada instansi dinas kesehatan kabupaten minahasa selatan.

6. Pemahaman masyarakat yang kurang, bahwa pemberantasan Demam Berdarah Dengue di suatu tempat yang paling terbaik adalah dengan pengasapan saja (Fogging. Mereka tidak menyadari bahwa kegiatan 3 M Plus adalah Jalan yang terbaik dalam upaya membatasi kepadatan vektor penular penyakit berbahaya tersebut;perlu diketahui teori Transovarial Infection dimana virus dengue dapat diturunkan pada progeny nyamuk penularnya(telur )seperti pendapat sejumlah peneliti seperti Jeannette Günthera, Jorge Pascual Martínez-Muñozb, David Guillermo Pérez-Ishiwaraa, Juan Salas-Benitoa di Meksiko;Widiarti dan Cecep Dani Sucipto di Indonesia. Perlu menjadi perhatian pemerintah setempat dengan ditemukannya sejumlah telur dan jentik Ae.Aegypti pada wadah-wadah penampungan air di dalam rumah dan sekitar rumah masyarakat yang dapat mempengaruhi penyebaran penyakit.

Saran:

1. Pemberantasan Demam Berdarah Dengue dengan pemberdayaan masyarakat desa dimana masyarakat secara mandiri mengenal masalah kesehatan yang sedang terjadi di sekitarnya dan segera melapor kepada petugas kesehatan/pelayanan kesehatan terdekat untuk segera dilakukan pengecekan dilapangan.

2. Puskesmas sebagai ujung tombak pelayanan kesehatan masyarakat seharusnya berperan aktif dalam kewaspadaan dini terhadap kejadian penyakit yang berpotensi wabah

3. Dalam kegiatan bersih-bersih lingkungan seminggu sekali setiap hari jumat baiknya setiap keluarga juga menggalakkan 3M Plus di sekitaran rumah dan didalam rumah mereka sendiri seperti menguras dan menyikat bak mandi,menutup rapat tempat penampungan air dan mengubur benda-benda bekas seperti kaleng,botol minuman serta memakai obat nyamuk bakar atau refelent(autan,lavenda,dl.

4. Bagi Masyarakat,agar tidak menggantung pakaian dan kain lainnya secara sembarangan di dalam rumah hingga nampak sembraut (Min:talimburang) diperberat dengan kondisi ruangan yang lembab dan kurang pencahayaan dan sirkulasi udara yang tidak memadai akan menjadi tempat beristirahatnya (resting place) nyamuk penular DBD.

Health Programme can be truely effective
only with understanding and participation of community

Monday, January 11, 2010

Pengendalian Penyakit Menular di Berbagai Daerah Masih Timpang

Pengendalian Penyakit Menular di Berbagai Daerah Masih Timpang

[JAKARTA] Pengendalian penyakit menular dan sanitasi di berbagai daerah khususnya di daerah miskin dan Indonesia bagian timur mengalami ketimpangan (disparitas). Untuk mengatasi ini, kebijakan sektor kesehatan pada kabinet mendatang perlu menerapkan prinsip kesehatan masyarakat dengan manajemen penyakit berbasis wilayah.

Guru Besar Departemen Kesehatan Lingkungan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKMUI) Profesor Umar Fahmi Achmadi mengutarakan hal itu kepada SP pada akhir pekan lalu. Menurut dia, ketidakmerataan pengendalian penyakit menular dan sanitasi itu terbukti dari data kondisi penyakit menular berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007.

Prevalensi beberapa penyakit menular secara nasional (keseluruhan) rendah, namun jika dicermati per provinsi hingga per kabupaten/kota, ada daerah-daerah yang prevalensi penyakit menular lebih tinggi dari angka nasional. Dampak dari kantong-kantong (daerah) yang memiliki prevalensi penyakit menular yang tinggi ini, menurut Umar, adalah pada indeks pembangunan manusia (IPM) Indonesia yang menurut UNDP pada tahun 2008 berada di posisi 109/179 negara.

Dia mencontohkan, kasus malaria sangat tinggi di Papua Barat, dan kasus diare tinggi pada daerah miskin. Secara nasional, prevalensi diare 9 %, namun di beberapa daerah angka ini jauh lebih tinggi seperti di Aceh Utara, Aceh Barat, Manggarai Barat, Boven Digoel. Secara keseluruhan, menurutnya, provinsi yang memiliki kasus penyakit menular tinggi adalah Papua Barat, Papua, Banten, NTT, Gorontalo, dan Bengkulu.

Sebelumnya, mantan Kepala Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Profesor Haryono Suyono dalam acara Haryono Show mengatakan, pembangunan yang dilaksanakan sejak Orde Baru hingga saat ini belum memprioritaskan sumber daya manusia (SDM), melainkan berfokus pada ekonomi.

Dampak dari kebijakan itu kini dirasakan berupa kualitas SDM Indonesia yang rendah dibanding negara lain, dengan IPM 109 dari 179 negara.
Umar melanjutkan, pembangunan kesehatan tidak mengenal diskriminasi.

Semua penduduk, baik yang kaya maupun yang miskin berhak atas udara sehat, lingkungan yang sehat, bebas dari penyakit. Demikian juga dengan daerah, semestinya semua daerah mendapat perhatian yang sama (egaliter) dengan memperhatikan kekhasan wilayah masing-masing dalam pengendalian penyakit menular. Ini bisa dilakukan bila menerapkan pendekatan kesehatan masyarakat dan ada tenaga kesehatan yang terjun ke lapangan.

"Indonesia itu IPM-nya tak bergerak maju karena ada faktor pemberat, yaitu ada wilayah yang memiliki angka yang buruk. Berbeda dengan di Jakarta, angkanya bagus. Mestinya kondisi ini ditindaklanjuti dengan upaya pengendalian penyakit dengan memprioritaskan daerah yang buruk. Buat program akselerasi dengan manajemen penyakit berbasis wilayah," jelas Umar.

Adil

Ironisnya, selama lima tahun ini, pengendalian penyakit berbasis kesehatan masyarakat berjalan di tempat. Ia menilai kesenjangan bukan hanya terjadi di lapangan, tetapi juga di tingkat pusat. Kebijakan kesehatan lebih menitikberatkan pada kuratif, seperti Jamkesmas. Padahal, Jamkesmas itu berperan di hilir (ketika orang sakit). Sedangkan, pendekatan pencegahan dan promosi kesehatan agar orang tidak jatuh sakit kurang mendapat perhatian.

Pemerintah, kata Umar, harus bersikap adil dalam pembangunan kesehatan dan menerapkan prinsip kesehatan masyarakat bila ingin rakyat sehat dan penyakit menular di Indonesia bisa dikendalikan. Prinsip kesehatan masyarakat itu mencakup, pertama manajemen penyakit berbasis wilayah, kedua orientasi pada pencegahan, ketiga partisipasi masyarakat, keempat kemitraan, dan kelima kerja sama lintas sektor.

"Departemen Kesehatan tidak bisa mengurus sendiri semua penyakit. Perlu kerja sama dengan lintas sektor, seperti Departemen Pekerjaan Umum dalam menyediakan air bersih, bekerja sama dengan Kementerian Negara Perumahan Rakyat dalam membangun rumah yang sehat dan layak huni," jelasnya.

Sayangnya, kerja sama itu belum terwujud. Bukan hanya kerja sama lintas departemen saja, kerja sama antardirektorat pun tak berjalan. Umar mencontohkan, penanggulangan tuberkulosis (TB) yang berada di Direktorat Penanggulangan Penyakit Menular tidak berkoordinasi dengan Direktorat Sanitasi, padahal kedua direktorat itu berada di satu Direktorat Jenderal Penanggulangan Penyakit dan Penyehatan Lingkungan.

Ditegaskan, menanggulangi TB tidak hanya dengan mengobati (pendekatan DOTs), tetapi juga memerlukan intervensi sektor sanitasi seperti lingkungan tempat tinggal penderita TB yang sehat. Pasalnya, jika hanya mengobati penderita, kuman Mycobacterium tuberculosis tetap akan menginfeksi orang sehat yang berada di sekitar penderita.

"Kondisi kesehatan merupakan refleksi dari politik yang dianut. Presiden Amerika Serikat Obama saja mereformasi kesehatan, ia lebih egaliter meskipun mendapat tantangan dari Partai Republik. Dibutuhkan orang yang bisa menerapkan paham egalitarianisme, dan Departemen Kesehatan bukan hanya mengurus orang sakit, tetapi juga bagaimana membuat seluruh rakyat sehat," tambah Umar. [N-4]

dikutip dari:SUARA PEMBARUAN DAILY

Thursday, September 10, 2009

Minahasa Selatan Sehat 2010, Sejauh Mana?

Minahasa Selatan Sehat 2010, Sejauh Mana?
Oleh: Asmar S. Polan, S.KM

Adanya penyakit Campak (sarampa), Demam Berdarah Dengue, TB Paru, Kusta, ISPA, dan Diare dalam masyarakat kita menandakan bahwa masyarakat belum sadar, mau dan mampu untuk hidup sehat, Peingkatan kasus penyakit dari jumlah biasanya
(KLB)seperti Demam Berdarah Dengue dan Campak(Sarampa)...

Mungkinkah mereka belum tahu benar, tidak mau bahkan belum mampu untuk hidup sehat? Suatu pertanyaan yang muncul dibenak orang...mengapa harus demikiaan...?

Kembali pada paragraf pertama, bahwa penyakit-penyakit seperti tersebut diatas termasuk pada penyakit yang berbasis lingkungan.

Satu hal yang menarik, ketika dalam sejumlah kegiatan penyelidikan epidemiologi di Kabupaten Minahasa Selatan terhadap beberapa peningkatan kasus penyakit...terlintas dugaan sementara, berdasarkan hasil observasi dilapangan bahwa mereka yang terserang penyakit-penyakit berbasis lingkungan tersebut tinggal dalam daerah dengan kondisi kesehatan lingkungan yang buruk... Fakta dilapangan berbicara akan kondisi sarana sanitasi dasar, kebersihan perorangan dan kondisi rumah yang tidak memenuhi syarat kesehatan.

Mengapa itu harus terjadi?
Salah siapakah? Persoalan siapa yang salah dan saling menyalahkan,bukanlah jalan keluarnya namun bagaimana kita menyelesaikan masalah kesehatan masyarakat tersebut.

Dimanakah engkau Sarjana Kesehatan Masyarakat....? haruskah engkau berdiam diri melihat masyarakat tempat kita bergaul bersama harus menderita karenanya...?
Bagaimana dengan status kesehatan mereka?
Apakah kita harus membiarkan mereka sampai tertidur lagi di ranjang pesakitan?
Berapa banyak lagi biaya yang harus ditanggungkan?

Untuk apa Puskesmas yang banyak? Tidak jauh berbeda dengan rumah sakit saja... jika hanya digunakan untuk menampung orang sakit...ini berarti membiasakan masyarakat untuk jatuh sakit bukannya mempertahankan yang sehat menjadi tetap sehat dan yang sembuh tidak kembali sakit lagi...

Jika demikian
Rumah Sakit lah yang ditingkatkan biar pasiennya tambah banyak dan pemasukannya meningkat...tidak perlu masyarakat yang mandiri untuk hidup sehat jika hanya slogan belaka! waduh berarti paradigma sehat itu hanya slogan yang penuh dengan bualan belaka!

Ingat, 80% masyarakat Minahasa Selatan adalah orang sehat dan sisanya adalah orang sakit...tanggung jawab kita lebih besar dan lebih berat....!

Jangan biarkan mereka terbelenggu oleh konsep lama...

Hidup sehat tidak perlu biaya besar hanya perlu kesadaran;kemauan;kemampuan untuk hidup sehat...jangan tunggu sampai anda sakit lagi!

Wednesday, April 29, 2009

Depkes Siapkan Langkah-langkah Mencegah Swine Flu

Depkes Siapkan Langkah-langkah Mencegah Flu

Virus H1N1 penyebab (swine flu) yang saat ini melanda Mexico dan Amerika Serikat, biasanya hanya hidup di daerah dingin yang memiliki empat musim. Kemungkinan virus H1N1 tidak akan mampu hidup di daerah tropis seperti Indonesia. Namun demikian, Departemen Kesehatan telah melakukan langkah-langkah kewaspadaan dan pencegahan agar tidak menyebar ke Indonesia.
Hal tersebut disampaikan Menteri Kesehatan RI Dr. dr. Siti Fadilah Supari, Sp.JP(K) kepada para wartawan dalam Jumpa Pers mengenai Swine Flu, Selasa, 28 April 2009, di Jakarta.
Langkah-langkah yang dilakukan Depkes yaitu telah memasang 10 thermal scanner untuk mendeteksi suhu badan di terminal kedatangan bandara Internasional seluruh Indonesia. Mengaktifkan kembali sekitar 100 sentinel untuk surveilans Influenza Like Illness (ILI) dan pneumonia baik dalam bentuk klinik maupun virologi. Menyiapkan obat-obatan yang berhubungan dengan penanggulangan Swine Flu yang pada dasarnya adalah Oseltamivir/Tamiflu yang digunakan untuk penanggulangan flu burung (H5N1). Menyiapkan 100 rumah sakit rujukan flu burung yang sudah ada untuk menangani kasus Swine Flu. Menyiapkan laboratorium untuk pemeriksaan H1N1 di berbagai laboratorium flu burung yang sudah ada dan menyebarluaskan informasi ke masyarakat luas dan menyiagakan kesehatan melalui Desa Siaga.
Ditambahkan bahwa simulasi penanggulangan pandemi influenza yang sudah dua kali dilakukan, pertama di Jembrana Bali dan Kota Makassar minggu lalu juga merupakan upaya nyata persiapan pemerintah dalam menghadapi berbagai kemungkinan KLB/PHEIC = Public Health Emergency International Concern, jelas Menteri.
Menurut Menkes, Swine Flu memiliki gejala mirip flu biasa yaitu panas, batuk, dan pilek. Terkadang ada gejala mual dan diare, yang membedakan dengan flu burung. Bila gejala ini ditemukan, masyarakat harus segera melapor ke Puskesmas terdekat dan diambil spesimennya untuk diperiksa lebih lanjut.
Masyarakat dihimbau untuk mewaspadai flu babi dengan menjaga perilaku hidup bersih dan sehat, menutup hidung dan mulut apabila bersin, mencuci tangan pakai sabun setelah beraktivitas, dan segera memeriksakan kesehatan apabila mengalami gejala flu. Selain itu, gunakanlah masker bagi penderita flu, bukan orang yang sehat menggunakan masker, agar tidak menularkan kepada orang lain. Bagi masyarakat yang telah melakukan perjalanan ke negara terjangkit Swine Flu, disarankan memeriksakan kesehatannya ke fasilitas kesehatan terdekat.
Berita ini disiarkan oleh Pusat Komunikasi Publik, Sekretariat Jenderal Departemen Kesehatan. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi melalui nomor telepon/faks: 021-52907416-9 dan 52921669, atau alamat e-mail puskom.publik@yahoo.co.id.

Friday, April 24, 2009


Surveilans Campak ( Measles ) di Masyarakat
Kebiasaan yang masih melekat pada masyarakat kita

Haruskah kasus-kasus seperti ini masih terus hadir ditengah masyarakat kita?
Ini adalah salah satu dari sekelumit masalah kesehatan masyarakat yang sering kita hadapi, namun anehnya ada masyarakat bahkan sebagian besar masyarakat belum memahami akan campak,komplikasinya bahkan efek kematian yang dapat ditimbulkan akibat komplikasinya. Anggapan masyarakat selama ini yang menganggap penyakit ini biasa-biasa saja bahkan ada kebiasaan dimasyarakat kita untuk lebih cenderung mempercayai orang-orang pintar di kampung alias dukun daripada petugas kesehatan. Pernah salah satu anggota masyarakat mengatakan bahwa anaknya yang sakit campak tersebut hanya boleh disentuh oleh dukun saja dan tidak boleh disentuh oleh petugas kesehatan.
Jika kita simak dan ikuti hasil-hasil penyelidikan epidemiologi di lapangan, dari pengamatan dapat terlihat bagaimana kondisi lingkungan penderita campak dan keluarganya. Sebagian besar mereka tinggal di rumah yang tidak memenuhi syarat kesehatan utamanya pada sarana sanitasi dasar, hal lainnya dari segi prilaku penderita dan keluarganya yang tidak mencerminkan prilaku hidup bersih sehat seperti kebiasaan buang air besar alias 'berak', membuang sampah tidak pada tempatnya dan bebas bermain di lantai yang kotor.
Mengapa masyarakat, susah untuk menerima hal-hal yang baik dan benar?
Apakah kurang sosialisasi, kurangnya dukungan dari tokoh-tokoh masyarakat dan tokoh agama? ataukah karena masyarakat lebih senang dengan budaya lama yang berbau mistis.
Satu hal yang sangat menantang bagi petugas kesehatan untuk terjun kemasyarakat!
Gambar: Anak Desa Rum-bah dengan Rash Campak pada bagian dada depan, Penyuluhan di Masyarakat